Dia Tidak Cinta



'Suatu hari kamu akan terbangun, beranjak dari tempat tidur yang kamu anggap paling nyaman itu, menyadari bahwa hatimu sudah tidak lagi tentang orang yang kamu selalu banggakan itu tetapi isi kepala masih penuh dengan namanya.'

Kala itu di stasiun, kita sudah tak lagi bersama tetapi kamu terus memaksa untuk mengantarku sebelum akhirnya kita benar-benar dipisahkan oleh kereta yang menghadirkan jarak. Tidak, lebih tepatnya bahkan kita sudah berpisah pada malam sebelum kamu mengantarku ke stasiun. Kereta hanyalah alat transportasi yang menjauhkanmu dariku, walaupun sebenarnya aku tak ingin seperti itu. Tak ada lagi pelukan sebelum aku masuk ke dalam kereta, tak ada lagi kecupan di dahi yang biasa kuberi, tak ada lagi lambaian tangan yang seharusnya kita tukarkan.

Aku selalu bangga padamu, pada pencapaianmu yang kamu dapat. Maaf, aku tidak menemani dan membantumu dari awal, maaf aku hanya bisa meneruskan apa yang orang itu lakukan untukmu tapi kuharap aku bisa lebih spesial di hidupmu dibanding dengannya.

Kamu menangisinya di pelukanku, bercerita banyak tentangnya pada suatu malam di sebuah kedai kopi yang kamu kenalkan padaku. Awalnya itu sebuah beban bagiku. Tapi menurutku, jika itu baik untukmu aku tidak akan protes berlebihan padamu. Kubiarkan kamu mengeluarkan apa yang sudah kamu pendam sejak lama. Mungkin itu patah hati terhebatmu dan mungkin juga dengan kamu menangisinya di depanku itu bisa jadi patah hati terhebatku. 

Berada di kota yang berbeda membuat kita jarang sekali bertemu, tapi kuluangkan waktuku setiap bulan hanya untuk mengunjungimu dan menghabiskan waktu di sebuah vila milik keluargamu di wilayah perbukitan. Tak pernah bosan juga kamu menjemputku di stasiun dan memelukku dengan sangat erat begitu bertemu. Tak peduli banyak orang yang melihat, yang penting rinduku dapat tersampaikan secara tersirat. 

Namun sekarang sudah tidak ada lagi kegiatan serta kesenangan bersamamu. Tak ada lagi jalan-jalan keluar kota untuk menemuimu. Tak ada lagi yang akan menjemputku di stasiun begitu sampai pada kota yang membesarkanmu. Tak ada lagi keliling kota hanya untuk mencari tempat yang nyaman untuk bertukar cerita bersamamu. Tak ada lagi yang akan bersandar pada lenganku ketika sedang menonton televisi saat malam hari.

Untuk sekarang, aku hanya bisa berharap kalau pilihanmu untuk kembali kepada orang yang kamu tangisi itu adalah pilihan terbaik yang kamu ambil. Karena jika itu bukan pilihan terbaik, aku tidak akan memberi waktuku untukmu lagi, aku tidak akan memelukmu lagi ketika kamu membutuhkan itu, kamu tidak akan bisa bersandar pada lenganku lagi. Aku tidak akan kembali padamu seperti yang kamu lakukan pada orang itu, aku juga tidak ada keinginan untuk menangisimu karena itu akan sama saja dengan yang kamu lakukan untuknya. Kamu pergi atas keinginanmu, dan jangan salahkan aku jika aku melupakanmu atas keinginanku. 

Kali ini aku akan berkata 'semoga' hanya untuk apa yang baik untukku, kamu yang menerobos masuk melalui hati lalu keluar dengan cara merobek hati itu sendiri. Perlakuanmu yang seperti itu tak pantas untuk dianggap bahwa kamu benar-benar mencintai. Mungkin selama ini aku yang salah mengartikan perasaanmu, mungkin kamu memang tidak cinta padaku, mungkin saat itu kamu hanya butuh orang untuk bersandar dan menerima semua air mata yang jatuh untuk orang lain itu, dan aku hadir pada waktu saat kamu membutuhkan seseorang untuk menerima semua itu. Setidaknya aku berterimakasih padamu untuk satu hal, terima kasih karena sudah memberi pelajaran paling berarti yang dapat membuatku menjadi lebih pintar lagi dalam mengartikan arti cinta itu sendiri.

Cemburu


 Bacalah aku, jangan hanya buku kesukaanmu, aku cemburu pada itu. 

Aku tak bisa melarangmu melakukan sesuatu, itu hakmu. Tapi, aku juga milikmu, lakukan sesuatu juga bersamaku, aku ingin diperlakukan adil dengan yang lain. Kamu ingin berlibur?! Aku bisa mengantar sekaligus bersenang-senang denganmu. Kamu ingin menonton drama kesukaanmu selama seharian?! Aku bisa menemanimu, memberi sandaran untukmu ketika kamu sudah merasa sedikit bosan. Kamu ingin membahas tentang buku yang baru saja kamu baca?! Aku bisa jadi teman untukmu membahas tentang itu. 

Terkadang aku cemburu pada temanmu yang bisa kamu andalkan kapan saja kamu butuh, aku cemburu pada orangtuamu yang kamu lihat sebelum pergi dan kamu peluk sesampainya di rumah, aku cemburu pada novel kesukaanmu yang kamu bawa kemanapun kamu pergi, bahkan jika tidak berlebihan, aku cemburu pada boneka kesayanganmu yang ada di atas tempat tidurmu, menemanimu setiap malam, bisa memberi kehangatan saat tidurmu terganggu karena udara dingin yang mendatangimu, sebenarnya yang membuatku lebih cemburu adalah seseorang yang memberikan boneka itu, entahlah, mungkin kamu memikirkannya setiap malam, setiap melihat boneka pemberiannya itu.

Tentangmu, aku takut pada banyak hal. Aku takut kehilanganmu dan itu sudah menjadi ketakutan yang tak akan pernah bisa kulawan. Aku takut seseorang mengambilmu dariku. Aku takut aku sudah tidak bisa lagi membuatmu bahagia bersamaku sehingga kamu mencari kebahagiaan dari yang lain. Aku takut kamu bosan. Aku takut selama ini kamu tidak merasa bahwa kita saling memiliki, tidak seperti yang kamu ucapkan, dan tidak seperti yang aku harapkan.

Aku mohon, jangan pernah menjadi seperti bintang, karena bintang selalu memberikan keindahannya untuk semua orang, bukan hanya untukku.

Tidak Lagi



"Kuharap dunia tak lagi jahat padamu, kuharap kamu bisa mencari penggantiku, kuharap kamu bisa melupakanku, kuharap semua akan baik-baik saja tanpaku, kuharap kamu setuju dengan harapan-harapanku." katamu kala itu. Kau fikir menjalani hari-hari tanpamu itu mudah?! Aku harus adaptasi lagi. Melupakanmu itu sesuatu yang tidak pernah ingin kubayangkan, tetapi sekarang kamu memintaku untuk langsung melakukannya. 

Akan sangat menyebalkan jika suatu hari nanti saat aku sudah berhasil membuang dirimu jauh-jauh dari hati dan juga pikiranku kamu kembali dengan senyuman manis yang tak pernah gagal membuatku luluh itu. Entah sudah yang keberapa kalinya aku menangisimu di bulan ini, awalnya kamu berjanji untuk membuatku menangis hanya jika karena bahagia tetapi kamu mengingkari itu. 

Tangis yang jatuh karenamu ini bukan karena kata-katamu sebelum berpisah, tetapi karena kenangan yang tiba-tiba muncul memenuhi kepala, sangat jelas seperti sebuah kilas balik pada sebuah film. Setiap hari aku harus menjalani sebuah kegiatan menggunakan berbagai macam topeng. Tersenyum? Tertawa? Bahkan aku sudah melupakan apa rasanya bahagia. Apa rasanya bahagia?! Selama ini definisi bahagiaku hanya satu kata 'kamu' dan setelah kamu pergi dari hidupku, menyatakan perpisahan yang tidak pernah mampu kusetujui, bahagiaku sudah kamu bawa pergi entah kemana, mungkin kamu beri ke orang selanjutnya yang lebih pantas untukmu. 

Seharusnya aku bilang terima kasih atas waktu yang sudah kita jalani beberapa tahun belakangan ini, tetapi aku tetap tak mau mengucap itu, untuk apa juga mengucapkan ucapan terima kasih untuk orang yang sudah menjatuhkan kata kasih itu sendiri.

Sejujurnya, saat kamu mengucapkan kalimat perpisahanmu saat itu tiba-tiba saja sebuah pertanyaan muncul di kepalaku, namun aku tak bisa langsung menanyakan itu padamu. "Apa kamu percaya kalau di dunia ini ada sebuah perpisahan yang bersifat sementara?!" 

Perdebatan Tentang Masa Lalu



 "Masa lalu-ku ya punyaku, masa lalu-mu ya punya kamu, yang jadi milik kita saat ini tuh cuma masa depan kita, bukan yang lain."

"Tapi, bagaimana kita bisa jadi kita kalau masa lalu saja kamu simpan sendiri?? bagaimana aku bisa jadi masa depanmu jika masa lalu saja kamu tak mau berbagi?!?!"

"Aku bukannya nggak mau berbagi, aku hanya nggak mau kamu simpan hal yang mau kuhancurkan demi kebaikan kita, kamu harus ngerti itu"

"Kamu bisa minta tolong aku untuk hancurin itu, karena kalau cuma kamu sendiri yang coba untuk hancurin itu, masa lalu milikmu itu bisa melawan dan kamu bisa hancur karenanya, aku nggak mau kamu yang hancur, aku nggak mau kita hancur"

"Kenapa kamu berfikir begitu?! Kamu fikir aku akan kalah sama masa lalu?! Kamu fikir aku lemah, begitu?!!"

"Aku nggak berfikir kaya gitu, aku tahu kamu kuat, kamu wanita terkuat yang pernah kuketahui setelah ibuku, tapi semua masa lalu itu punya sifat menghancurkan, sekuat apapun yang memilikinya"

"Tapi aku punya caraku sendiri untuk ini"

"kalau begitu jelaskan padaku apa rencananya."

Sepertinya aku sudah tak punya pilihan lain, selalu saja dia yang menang jika sedang dalam percakapan seperti ini. "Sebelum itu, boleh aku peluk kamu dulu?!"

"Silakan saja, lakukan sesuka kamu"

"Maafin aku ya"

"Iya, aku juga minta maaf ya"

"Aku tenang ada di sisimu, Di"

"Aku juga, aku nggak mau kehilangan kamu, Ren"

Hujan

 


Hujan masih menurunkan duka

Memaksa mengingat kembali rasa yang hampir terlupa

Lagi-lagi memberikan dampak paling terasa

Memunculkan tetesan-tetesan air mata.

Sebuah pertanyaan yang ditujukan untuk semesta

Tidak diberi jawaban berupa kata-kata

Hanya sebuah isyarat dalam bentuk rasa kecewa

Sekejam itukah semesta memperlakukan cinta?!?!

 

Hujan datang membuka kembali luka yang sudah lama

Disambut petir yang menjadi pertanda

Entah pertanda apa yang jelas bukan bahagia

Memang saat ini kecewanya sedang sangat terasa

Tapi, untuk esok kan kita masih bisa berdo’a

Berharap agar berhasil melupa semua rasa yang hanya bisa membawa duka

 

Semoga saja hujan ini akan memunculkan pelangi setelahnya

Semoga saja hujan ini menumbuhkan bunga paling indah, paling berwarna

 


Jika tidak ada rasa sedih, apa bahagia akan tetap ada?!!



Tidak akan ada kematian jika tidak ada kehidupan, tidak akan ada cerah jika tidak ada hujan, tidak akan ada rasa sakit jika tidak ada yang sehat, tidak akan ada kebahagiaan jika tidak ada kesedihan. Jika dipikirkan, sepertinya banyak hal berlawanan yang memang diciptakan berpasangan, yang akan tidak ada jika salah satunya tidak ada; seperti bahagia, jika saja tidak ada rasa sedih, apa bahagia akan tetap ada?!!    


Aku menulis untuk kubaca saat aku hampir menyerah nanti



Pada malam yang begitu cerah, aku hampir menangis. Bukan. Bukan karena kesedihan, ini karena bahagia. Bahkan aku sampai berpikir, kamu ini sebenarnya penyihir, ya?! Mudah sekali membuat orang bahagia, aku saja sulit melakukan itu padamu. Untuk apa sih kamu buat aku bahagia?! Bahkan orang lain saja menilai kamu sebagai orang yang cuek, tapi kenapa padaku berbeda? Berkali-kali aku berkaca dan yang kupikirkan pun selalu sama; aku masih bukan siapa-siapa dan tak pantas untukmu. Sedangkan kamu, kamu cerdas, digemari banyak orang, apa pantas aku yang seperti ini dibahagiakan olehmu? Saat orang-orang berpikir bahwa dunia ini tidak adil, beberapa detik lalu aku setuju dengan hal itu, tapi bukan untukku, itu untukmu. Apa adil jika orang sesempurna dirimu hadir di dunia hanya untukku?

Yang dapat kupikirkan saat ini hanya dua hal; sepertinya dunia sedang melakukan kesalahan dengan menghadirkan aku di hidupmu, atau sebenarnya dunia tidak salah tentang itu, hanya saja aku diminta untuk berjuang lebih keras agar bisa pantas untukmu. Sepertinya pemikiran yang kedua jauh lebih membuatku tenang, bantu aku untuk berjuang lebih keras ya supaya aku dapat diakui oleh semua orang di dunia ini bahwa aku pantas untukmu:)

Entah ini apa


Apakah arti bahagia untuk mereka yang setiap hari hanya merasakan patah hati? Apa tujuan tuhan membuat orang menjadi bahagia? Apa untuk menyadarkan kita tentang tak ada yang lebih indah dibanding bahagia, atau untuk menjatuhkan kita kapan saja dengan alasan 'bahagianya sudah, sekarang giliran kecewa'? Tidak. Tuhan tidak sejahat itu. Yang kupercaya, tuhan lebih sering memberi rasa bahagia dibanding kecewa, jika seperti itu, mungkin alasan tuhan memberi kita kecewa agar orang lain dapat bahagia. Mungkin saja kebahagiaan dan kekecewaan itu terbatas dan kita harus bergantian dengan orang lain untuk merasakan itu. Menurutku itu masuk akal, iya, tapi hanya akalku. Aku masih memiliki akal, ya, ini akal manusia, walaupun sepertinya sedikit berbeda dengan manusia yang pernah kutemui. Atau mungkin ini akal manusia biasa dan tak berbeda dengan manusia lainnya dan aku saja yang berlebihan tentang pemahaman 'akal' untuk diriku sendiri, maaf. Entah apa yang sudah kutulis malam ini, maaf jika tidak mengerti. Awalnya aku harap aku mampu menulis sesuatu tentang wanita yang seharian ini tak kudapati kabarnya, tapi nyatanya aku belum mampu. Semoga lain kali aku bisa, semoga saja.

Bunga


Selalu sayang matahari
Tetap cinta pada bumi
Rindu kecupan udara pagi
Dibantu air semakin berseri

Bunga,
Menari-nari walau resah dengan manusia
Selalu indah bagaimanapun bentuknya
Tak pernah menangis meski dicabut dengan paksa

Bunga,
Selalu berhasil membuat terpana
Memanjakan setiap pasang mata
Memberi kedamaian pada setiap jiwa

Bunga,
Terlihat bahagia apapun keadaannya
Menyempurnakan segala macam cinta
Mengindahkan segala yang buruk di dunia

Bunga,
Tetaplah di sana
Tetaplah buat aku ceria
Apapun keadaannya.

Awal yang Buruk

Kesedihan, kekecewaan, kesalahan; pada akhirnya ini semua hanyalah permulaan.

Jika kau bertanya apa dosa terbesarku selama ini, jawabanku hanya satu; mengkhianatimu. Mungkin itu karena aku belum dewasa dan egoku masih belum dapat kukendalikan sepenuhnya, mungkin sampai kapanpun tak akan pernah bisa kukendalikan sepenuhnya. Saat itu, kaulah cinta pertamaku. Banyak hal yang belum kupahami perihal cinta dan berpasangan, dan kau mengajariku banyak hal; bahagia, rindu, kebersamaan, kasih sayang. Tapi tidak dengan kekecewaan. Kau memberiku banyak hadiah, tapi tidak dengan luka.

Kuberikan hatiku sepenuhnya hingga tinggal tiruannya saja yang kupunya. Kau jaga itu dengan baik, kau rawat itu dengan baik, kau bahagiakan itu selalu, entah tepatnya kapan, aku mulai merasa bahwa ada yang kurang pada pelajaran yang kau beri tentang cinta ini. Aku merasa apa yang kau beri masih saja belum cukup untuk membuatku lebih baik, masih belum cukup untuk membuatku menjadi dewasa.

Sampai tiba saatnya. Hubungan kita mulai menunjukkan keretakannya, tidak, lebih tepatnya aku yang membuatnya retak, komunikasi sudah mulai jarang dilakukan, sudah tidak pernah bertemu lagi. Entah kau sibuk apa saat itu, dan aku sibuk dengan wanita lain yang sedang kudekati. Seperti terkena hipnotis, aku tak tau apa yang kufikirkan saat itu sampai berani bermain dengan wanita lain. Tak pernah hilang sedetik pun wajahmu dari fikiranku tetapi tetap saja kulakukan apa yang seharusnya tak kulakukan. Hampir setiap hari aku bersamanya, menghabiskan waktu bersamanya, tanganku nyaman menggenggam tangannya, tetapi otakku selalu saja mengingatkanku denganmu, selalu saja seperti itu setiap kali aku bersama dengannya.

Hingga pada akhirnya kau tau aku sedang menjalin hubungan baru dengan wanita lain, saat itu adalah satu-satunya keadaan yang membuat aku merasa bahwa aku menjadi orang paling bodoh di dunia. Seharusnya tak kuabaikan peringatan yang setiap detik diberikan otakku. Hingga akhirnya pelajaran yang kubutuhkan selama ini tiba; kekecewaan. Namun tidak darimu, aku beri kekecewaan kepada diriku sendiri dan itu berdampak padamu juga, sebuah pelajaran yang kufikir aku butuhkan dan saat itu aku merasa aku tidak kuat menerimanya.
Yang harus kulakukan saat itu mungkin hanya memilih, memilih melanjutkan hubungan dengan satu orang dan akan mengecewakan satunya. Jujur saja, sampai saat ini aku masih berfikir bahwa saat itu aku sangat bodoh. Berlagak jadi brengsek tanpa tau apa akibatnya. Penyesalan selalu ada dan itu adalah penyesalan terbesarku sampai saat ini. Aku tidak memilih siapapun saat itu, kuabaikan wanita yang satunya dan kuberi penjelasan padamu. Penjelasan yang mungkin tidak berarti apa-apa karena kau sudah tau semuanya. Aku tidak tau harus apa, dan aku tidak mau menyakitimu lagi yang lebih dari itu. Lagi-lagi sebuah kesalahan dalam mengambil sebuah keputusan terulang lagi, aku memintamu meninggalkanku. Karena kufikir dengan begitu aku tidak akan menyakitimu lagi, namun sebenarnya kau tak mengharapkan aku mengambil keputusan seperti itu, kau masih ingin memberiku kesempatan untuk memperbaiki semuanya, kau ingin melihatku berjuang dalam menghadapi itu dan membuat kita baik seperti semula. Namun, ketakutanku akan bayangan bahwa aku akan menyakitimu lagi suatu saat nanti membuatku lagi-lagi salah mengambil keputusan, aku menyerah dan tetap memintamu untuk meninggalkanku dan mencari seseorang yang lebih baik dariku.
Setiap keputusan yang kuambil berakibat menyakiti kita berdua saat itu. Aku membuat satu-satunya wanita yang kuyakini sempurna menangis kala itu, yang dulu pernah kujanjikan akan membuat kau menangis karena kebahagiaan malah terjadi sebaliknya.

Jika kau bertanya apa kebahagiaan terbesarku sampai saat ini, jawabanku hanya satu; mengenalmu. Saat aku menulis ini aku teringat satu hal yang kulupa; hatiku belum kau kembalikan sampai sekarang. Jika kau membaca ini, tolong jaga hatiku sebaik dulu, ya! Rawat hati itu, agar kelak saat kuambil nanti aku menjadi orang sebaik dirimu. Ya mungkin aku juga tidak tau akan kuambil kapan, mungkin saat kuhadiri pernikahanmu nanti sebagai seorang tamu, hehe.

Dan satu lagi …
.. aku masih mencintaimu
.. sampai kapanpun.

Mimpi

Pernahkah kalian memimpikan seseorang yang tidak kalian kenal sama sekali tetapi kalian sangat ingin bertemu dan mengenalnya di dunia nyata?

Baru saja aku memimpikan hal yang menyenangkan yang mungkin ingin aku rasakan di kehidupan nyata. Aku tidak terlalu ingat bagaimana mimpi tersebut, yang kuingat hanya; aku menghabiskan waktu bersama wanita cantik, rambutnya berwarna hitam dan terlihat sangat indah, selama kami bersama pada mimpi itu ia tidak pernah ingin melepaskan genggamannya pada tanganku. Aku merasa begitu hangat bersamanya, ia pun begitu. Satu-satunya alasan ia ingin tetap bersamaku hanyalah ia ingin menceritakanku sesuatu, mungkin tentang pasangannya yang tidak aku tau siapa, namun, mimpi itu berakhir saat kita sedang berada di perjalanan menuju ke tempat yang ia ingin tunjukkan padaku. Jujur, aku begitu kecewa saat mimpi itu berakhir sebelum ia berhasil menceritakan apa yang ingin ia ceritakan. Semoga aku dapat dipertemukan lagi dengannya walau dengan keadaan yang berbeda.

Ceritakanlah!!!


Pernah nggak sih kalian itu merasa tidak dibutuhkan sama sekali?! Iya, aku sedang berada dalam fase itu, tepatnya sebelum kamu hadir.

Beberapa bulan lalu hari-hariku sangat menyebalkan. Berada dimanapun tidak nyaman bagiku karena tidak ada yang pernah berharap ada aku di sana, bahkan keluargaku sendiri. Aku pulang saat liburan setelah sekian lama tinggal di kamar kosku yang kutempati selama kuliah, hari pertama kedatanganku semua menyambut dengan hangat. Tapi itu hanya hari pertama, selebihnya semua biasa saja, semuanya menjadi berbeda seakan jauh lebih nyaman jika aku tidak pulang ke tempat kelahiranku, tempat dimana yang seharusnya menjadi tempat bahagiaku saat aku sedang sedih, tempat dimana yang seharusnya menjadi tempatku beristirahat dari lelah yang kualami, nyatanya saat ini sudah tidak begitu.

Liburku belum usai tapi aku memutuskan untuk kembali ke tempat kos. Setidaknya tempat lain jauh lebih nyaman meski situasinya tetap sama. Kuhabiskan waktu liburku dengan bersantai di dalam kamar, menonton film kesukaanku. Terkadang juga aku berkhayal tentang bagaimana jika kehidupanku sama dengan kehidupan dengan tokoh utama pada sebuah film, seperti Princess Diaries contohnya, cerita tentang seorang wanita polos dengan penampilan yang berbeda dan selalu mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari orang-orang di sekolahnya, hingga suatu ketika kenyataannya pun berubah setelah ia diberitahu bahwa ia adalah seorang cucu dari ratu pada sebuah kerajaan. Aku suka tentang cerita pada film itu, terlebih lagi aku suka pada sifat polos yang dimiliki dari tokoh utama pada film tersebut, film itu tak pernah membuatku bosan.

Jika sore tiba, aku menghabiskan waktuku dengan meminum kopi di coffeeshop yang biasa kudatangi. Duduk di pojokan di dekat dinding, di tempat yang selalu kosong karena tidak ada orang yang cukup menyedihkan yang mau duduk di pojok, sambil membaca buku kumpulan anekdot dengan ditemani secangkir ice Americano bisa membuatku merasa cukup dan untuk beberapa saat aku bisa lupa bahwa aku sedang sendiri. Hampir setiap aku datang ke tempat itu aku selalu melihat orang yang sama yang duduk di meja yang berada di depan meja yang biasa aku tempati. Jarak kita tidak terlalu dekat, tetapi ia selalu duduk berhadapan denganku sehingga kami dapat melihat satu sama lain jika kami mau. Ia selalu datang beberapa menit setelah aku memesan kopi yang aku mau, dengan laptop yang selalu menjadi tujuan dari fokusnya itu sesekali aku melirik ke arahnya, penampilannya tidak terlalu menarik tetapi dapat membuatku penasaran dan ingin mengenalnya.

Pada suatu sore saat tempat yang biasa kudatangi sedang sangat ramai dengan orang-orang yang datang untuk merayakan ulang tahun salah seorang yang ada di sana, semua meja penuh, kecuali meja yang berada di pojok tempat yang biasa aku tempati, entah sejak kapan tempat itu selalu kosong dan itu sangat tepat untuk ditempati oleh orang sepertiku. Dengan terisinya semua meja yang tersedia, sepertinya hari ini aku tidak bisa melihat orang yang biasa mengisi tempat yang berada di depan mejaku, tapi tak apa, tujuanku ke sini kan bukan itu. Sore ini tempat ini begitu ramai, untungnya aku selalu membawa earpods milikku kemanapun aku pergi jadi aku bisa tetap nyaman dengan duniaku dan mengabaikan keramaian yang ada. Kuabaikan buku yang biasa kubaca untuk kali ini dan mulai fokus pada lagu yang kudengarkan melalui earpods. Saat sedang asik mendengar lagu dan mengabaikan semuanya, mataku terfokus pada salah seorang yang baru masuk ke dalam coffeeshop ini, untuk sebentar ia melihat ke arahku dan lanjut berjalan untuk memesan sesuatu. Tapi, tempat ini kan sudah terisi penuh, untuk apa ia tetap memesan?!

Setelah memesan ia mulai berjalan ke arahku dan mulai duduk di kursi yang kosong yang berada di meja yang aku tempati. Seperti biasa, ia membawa tas berukuran agak besar agar dapat menyimpan laptopnya itu.

“apa kamu tidak keberatan aku duduk di sini?” kalimat pertama yang ia ucapkan, dan entah kenapa aku sangat terfokus pada suaranya sehingga keramaian ini tak mengganggu aku untuk mendengar apa yang ia katakan.

“iya, silakan!” ucapku yang masih agak canggung. Aku tidak keberatan ia berada di meja yang sama denganku, hanya saja ini pertama kalinya aku berbicara dengannya setelah sekian lama hanya memperhatikan wajahnya dari tempat yang sekarang aku tempati.

“aku boleh tanya sesuatu?!” ucapnya tak lama setelah pesanannya sampai di meja kami

“boleh, tanyakan saja”

“apa kamu salah satu orang yang selalu berfikir bahwa menyendiri adalah kenyamanan terbaik untuk dirimu?” sedikit tidak sopan sebenarnya untuk orang yang baru pertama kali berbicara dengan orang lain langsung memberi pertanyaan seperti ini, tapi tak kupedulikan ketidaksopanannya itu. “semenjak aku sering ke sini aku selalu memperhatikanmu, wajah yang selalu merasa bahwa sendiri itu lebih baik, prilaku yang tidak membutuhkan orang lain untuk menemani karena tak pernah merasa dibutuhkan oleh orang lain, kamu menggambarkan itu semua pada dirimu semenjak berada di sini. Apa kamu orang yang seperti itu?!” lanjutnya

Ah, menjawab ini sepertinya menyulitkan, tapi tak apa menurutku, sesekali sepertinya bercerita itu perlu. “sejujurnya beberapa minggu belakangan ini memang itu yang kurasakan; tak pernah dibutuhkan dan diharapkan oleh orang lain. jadi, kufikir menyendiri itu adalah jalan terbaik untukku saat ini”

“sepertinya aku mengerti, beberapa tahun lalu aku juga pernah merasakan itu. Tapi, apa kamu tau bahwa jika menurutmu tidak ada orang yang mengharapkanmu, kan masih ada awan, langit, bintang, pelangi, mereka selalu senang jika kamu tetap ceria, semesta selalu menyambutmu, semesta selalu mendukungmu walau manusia tidak seperti itu, jadi, cerialah, jangan berfikir seperti itu lagi. Jika yang kamu butuhkan hanya seseorang untuk menemani, aku akan selalu ke tempat ini setiap sore, jadi datang saja. Ceritakan saja apa yang mau kamu ceritakan, jangan disimpan sendiri, aku pasti akan mendengar ceritamu.” Ah, aku senang mendengar ucapan itu darinya, mungkin selama ini aku salah, aku selalu merasa seperti ini dan tanpa ada yang menyadari aku mencoba bersembunyi dari rasa yang aku alami, setidaknya yang kubutuhkan itu hanya menceritakan semua yang aku alami entah pada siapapun itu. Sepertinya aku harus berterimakasih pada keadaan kali ini, pada keramaian tempat ini, dan pada orang yang selalu kuperhatikan akhir-akhir ini. Terima Kasih…

Νύχτα #2


Aku Elsa Anitta Wijaya, wanita yang bisa mendapat apapun dalam sekali minta, tetapi pengecualian untuk urusan cinta. Papaku adalah seorang pengusaha kaya yang dapat berbicara dengan 5 bahasa; Indonesia, Inggris, Jepang, Korea, dan mandarin, mamaku adalah seorang desainer pakaian terkenal yang namanya sudah dikenal di seluruh Asia dan beberapa Negara di Eropa, tetapi ia menghembuskan nafas terakhirnya begitu melahirkanku.
Meskipun papa sibuk kerja dan mama sudah tiada setidaknya aku tidak pernah kesepian di rumah, rumahku memiliki banyak penjaga, beberapa asisten rumah tangga, dan seorang sopir untuk mengantarku kemanapun aku mau, terlebih lagi aku memiliki pengasuh yang sudah kuanggap sebagai pengganti mama, aku memanggilnya ibu, saat dengannya aku dapat merasakan kasih sayang serta sifat ke-ibu-annya, alasannya mungkin karena ia juga sudah memiliki dua orang anak.

Anak kedua dari pengasuhku tinggal bersama kami di rumahku, Pandu namanya, ia seumuranku, ia yang selalu menemaniku, mendengarkan setiap ceritaku, menenangkan semua gelisahku, dan ia juga yang telah memenangkan hatiku sepertinya. Kami sangat menyukai kembang api, hal yang paling kusuka adalah menikmati indahnya kembang api bersamanya saat malam pergantian tahun.

***

Aku tinggal di Australia dan berkuliah di sini, aku memutuskan berkuliah di sini agar impianku untuk meneruskan apa yang telah mama tinggalkan dapat terwujud. Seminggu sebelum pergantian tahun semua tugas kuliah serta kesibukanku telah kuselesaikan, dan aku berencana untuk terbang ke negeri sakura untuk memberi kejutan kepada orang hebat yang sudah memenangkan hatiku; Pandu Alfian Pramudya. Beberapa tahun belakangan ini aku meminta asisten papa yang sekaligus menjadi asistenku juga di Australia ini untuk memantau Pandu melalui akun media sosialnya, pernah terfikir agar aku saja yang melakukan itu, tetapi aku ragu dan takut; takut perjuanganku berkuliah di sini menjadi sia-sia hanya karena kesibukanku terpecah antara fokus belajar dan berkomunikasi dengan Pandu, dan aku rasa ia juga tak mau itu terjadi. Memang sedikit egois menurutku untuk meninggalkannya hanya karena aku ingin fokus mengejar impianku, tetapi, kuharap ia mengerti.

Setelah mengetahui tempat tinggal Pandu saat di Jepang, aku memutuskan untuk mengunjunginya sendiri, kuberi tahu papa agar tidak mengirim orang untuk menjemputku di bandara, dan kuharap aku berhasil bertemu dengannya, semoga saja.

Kurang lebih 10 jam perjalanan dari Perth, akhirnya aku sampai di Tokyo, sedikit nostalgia karena ini kedua kalinya aku ke Negeri Sakura ini. Beberapa tahun lalu saat aku mendapat kesempatan berlibur aku meminta untuk beribur ke Negara ini, Negara yang sudah pernah aku dan Pandu janjikan akan menikmati kembang api bersama dan entah kapanpun itu akan kuusahakan itu bukan janji yang mudah sirna.

***

Sekarang, aku di sebuah taman yang diisi oleh banyak sekali bunga yang indah, bersandar pada bahumu yang begitu nyaman, memandangi indahnya cahaya kembang api, tersenyum bahagia mengingat kecupan indah yang terasa pada pipiku beberapa menit lalu, ah Pandu, kuharap aku milikmu untuk selamanya tapi kebahagiaan ini hanya bersifat sementara, maafkan aku jika sehabis ini aku pergi lagi untuk waktu yang lama, untuk sekarang mari kita fikirkan bagian bahagianya saja.

Kembang api perlahan menghilang bersamaan dengan waktu yang sudah semakin lama berjalan, kami kembali ke tempat tinggal Pandu, tangan kami berpegang sangat erat seakan semua ini akan terbawa sampai nanti kita tak bisa berbincang hanya bisa mengirim surat, aku suka saat kamu mengecupku lalu membisikkan kata “aku cinta kamu” dengan perlahan, tak peduli akan menghilang semua yang terkenang, yang penting aku milikmu sekarang, Pandu.
Begitu sampai, kulepas jaket yang melindungiku dari tajamnya angin malam yang menusuk, kusandarkan diriku di tempat duduk yang bersebelahan dengan rak buku; mencoba sejenak mengistirahatkan diri

Sambil mengusap kepalaku “selamat tahun baru, Eca” katanya

“selamat tahun baru, Panda” jawabku

“Panda?”

“iya, Pandu Alfian Pramudya disingkat jadi Panda” kataku sambil sedikit tersenyum; menggoda agar ia tak keberatan dengan panggilan baruku untuknya “apa permohonanmu pada tahun baru ini?” lanjutku

“menciummu kembali pada malam tahun baru berikutnya” jawabnya

Permohonan yang sederhana yang membuat aku bahagia meski hanya sekedar mendengarnya. “mari kita kabulkan sama-sama permohonanmu itu”

“lantas?! Apa permohonanmu?!”

“dapat dicium olehmu lagi pada malam tahun baru berikutnya”

“umm, sama saja seperti milikku, ada yang lain?”

“biar kufikirkan” jeda beberapa detik tanpa ada yang berbicara, “berada dipelukanmu sampai pagi tiba, eh tidak, sampai kesiangan kalau bisa” kataku

“terkabul, sepertinya kamu memang akan selalu mendapatkan apapun yang kamu minta ya” jawabnya dengan sedikit tertawa

Tanpa menjawab aku beranjak dari tempat dudukku dan menghampiri Pandu yang sedang duduk di sofa yang menghadap ke arah televisi yang jaraknya hanya beberapa meter dari tempat dudukku. Belum sempat aku bersandar, Pandu berniat memelukku, kuubah posisi dudukku untuk membelakangi tubuhnya, dipeluk aku dari belakang, perlahan kami rebahkan tubuh pada sofa tersebut secara bersamaan, sedikit tidak nyaman memang karena ukuran sofanya yang tidak terlalu besar, tetapi, setidaknya situasi itu membahagiakan untuk kami.
“oyasuminasai, Eca-san” ucapnya

“Good Night, Pandaku” jawabku



Νύχτα #1


Jepang.
Malam tahun baru adalah malam paling indah yang pernah ada di hidupku. Saat kita berumur 6 tahun, kau menggenggam tanganku begitu erat kala sedang menyaksikan kembang api yang ditembakkan ke arah langit pada malam itu.

***

Elsa Anitta Wijaya, anak dari seorang pengusaha kaya yang memiliki lebih dari 7 perusahaan terkemuka di Asia, bisa dibilang kamu ini ratu yang bisa mendapatkan apapun hanya dalam sekali minta. Sedangkan aku, aku hanyalah anak yang menumpang tinggal di istana mewah yang kamu sebut rumah. Ibuku bekerja sebagai asisten rumah tangga sekaligus menjadi orang yang mengurus dan menjagamu di rumah itu, karena rumahku berada jauh dari rumah mewahmu itu, jadi, ibuku terpaksa tinggal di rumahmu sembari bekerja disana. Ayah dan kakakku bekerja hampir setiap hari, karena ibuku tidak ingin aku sendirian di rumah jadi ibuku mengajak aku untuk tinggal di salah satu kamar yang ada di rumah mewah milik ayahmu itu, dan di rumah itulah aku dapat mengenalmu.

Belum genap setahun kita berteman, tahun baru pun tiba. Kamu dan keluarga besarmu mengadakan acara pada saat malam tahun baru, dan kamu mengajakku untuk bergabung denganmu dan beberapa saudaramu yang sepantaran dengan kita. Sambil memakan makanan yang disediakan pada acara itu kita pun menunggu tengah malam. Setelah makan, beberapa asisten ayahmu menyiapkan banyak kembang api yang sudah dibeli sebelum ayahmu pulang dari Hongkong kemarin. Tidak lama setelah semua kembang api selesai dipersiapkan, jam pun menyatakan tengah malam dan ayahmu meminta asistennya untuk menyalakan semua kembang api itu. Saat kembang api itu ditembakkan ke arah langit, kamu menggenggam tanganku, bersamaan dengan rasa kagumku tentang indahnya kembang api itu akupun bahagia bisa mengenalmu dan keluargamu itu. Setelah itu, kita pun selalu menikmati kembang api bersama pada setiap malam tahun baru.

***

Saat aku lulus dari Sekolah Dasar, ibuku memutuskan berhenti bekerja di rumahmu dan pada akhirnya aku dan ibuku tidak tinggal disana lagi, namun, kamu selalu menelepon ibuku jika sedang ingin mengobrol dengannya, ingin sekali aku ambil telepon itu dari ibuku dan mulai mengobrol denganmu setiap kali melihat ibuku sedang mengobrol denganmu lewat telepon. Tidak jarang juga kamu main ke rumah kecilku kala itu, saat kamu ke rumahku alasan yang kamu gunakan agar ayahmu memberi izin selalu sama; rindu. Yah, saat kamu menceritakan itu seketika aku memang berfikir bahwa kamu rindu ibuku, tetapi, entah ini hanya perasaanku saja atau apa, kamu lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengobrol denganku, menceritakan semua ceritamu ke aku, dibandingkan bercerita dengan ibuku seperti yang selalu kamu lakukan lewat telepon.

Tidak sepertimu yang bisa mendapat apapun yang kamu mau, aku harus menabung terlebih dahulu untuk bisa mendapatkan sesuatu yang aku inginkan. Setelah lama menabung akhirnya aku bisa membeli Handphone pribadi untukku, yah, alasan utamanya sih memang karena aku ingin berkomunikasi denganmu seperti yang selalu kamu lakukan dengan ibuku. Tidak pakai lama aku langsung mencari nomor pribadimu di kontak Handphone ibuku, setelah dapat langsung saja aku kabari kamu bahwa aku sudah mempunyai Handphone untuk kita berkomunikasi. Setelah kamu tahu bahwa aku sudah mempunyai alat komunikasiku sendiri, kamu jadi jarang menelepon ibuku karena selalu aku yang jadi tujuan cerita keseharianmu itu, aku senang kamu mau bercerita kepadaku, walau terkadang ibuku memasang wajah heran tercampur cemburu karna selalu aku yang jadi pendengar dari cerita bahagiamu itu. Dari komunikasi lewat telepon itu akhirnya kita bisa semakin dekat, kita bertukar cerita, dan, sampai pada akhirnya, seminggu sebelum tahun baru yang bersamaan dengan libur kelulusan sekolah kamu mengajakku merayakan malam tahun baru bersama keluargamu setelah beberapa tahun kita tidak merayakannya bersama, tapi, aku sudah terlalu malu untuk bisa bergabung dengan keluarga besarmu itu, saat kutolak ajakanmu itu kamu seketika terdiam dari telepon itu dan langsung mematikan teleponnya, kufikir kamu kecewa karena aku tidak menerima ajakan itu, walau sebenarnya aku sangat ingin menerimanya, tetapi aku fikir memangnya aku siapa?! Aku kan hanya orang yang pernah menumpang tinggal di istana besar itu.

Tidak ingin kalah dengan orang-orang lainnya, aku beserta keluarga kecilku mengadakan pesta kecil di rumah untuk merayakan pergantian tahun kala itu, dengan disediakan beberapa potong ayam yang dibeli dari pasar serta beberapa jagung yang sudah siap untuk dibakar, kami pun siap mengadakan pesta malam tahun baru. Saat aku sedang menyiapkan tempat untuk membuat jagung bakar, aku dan keluargaku dibuat kebingungan oleh sebuah mobil mewah yang tiba-tiba parkir di rerumputan samping rumahku, tidak lama setelah mesin mobil tersebut mati, pintu mobil pun terbuka, dan tiba-tiba seorang wanita yang sudah tidak asing lagi wajahnya pun keluar dari mobil tersebut.

“Eca?!!” tanyaku sedikit terkejut

“kamu kenapa tak pernah meneleponku lagi semenjak kututup teleponnya di hari itu?” Tanya darimu yang sedikit cemberut tanpa sedikitpun membuat wajah cantikmu mengekerut

“eh, hmm, pulsaku habis, aku belum sempat membelinya, hehe” jawabku spontan, yang padahal pulsaku masih tersisa cukup banyak karna tidak pernah terpakai semenjak tidak berkomunikasi denganmu. “kamu kok kesini?! Bagaimana dengan acara keluargamu?” lanjutku

“ayah sedang ada urusan mendadak, jadi malam tahun baru kali ini kami tidak mengadakan acara apapun” katamu sedikit tersenyum.

Aku sedikit panik; apa yang harus aku sediakan untuk seorang ratu yang sedang keluar istananya sepertimu ?! untuk sementara waktu aku abaikan fikiran seperti itu dan mulai membakar ayam yang sudah disiapkan oleh ibuku.
Tidak sampai dua jam sampai semua ayamnya siap untuk dimakan, akupun kembali terfikir; apakah kamu bisa memakan makanan seperti ini?! Karena kehidupanmu setiap hari pun selalu memakan makanan mewah yang jika kuhitung harga satu porsi makanan tersebut setara dengan uang jajanku selama dua minggu.

“kamu tidak apa memakan ini?” tanyaku sedikit ragu

“memangnya kenapa?” jawabmu seakan tak ada masalah

Kamu dan sopirmu pun makan bersama keluargaku pada malam itu,

“mmm, enak banget, ini yang paling enak yang pernah aku makan” katamu dengan wajah senang setelah mencoba ayam bakar kala itu.

Aku sangat tau bahwa saat itu kamu sedang berbohong, tapi di sisi lain aku melihat keluargaku bahagia dengan ekspresimu itu, jadi kubiarkan saja. Beberapa menit setelah makan, aku mengajakmu untuk ke rumah pohon yang sudah lama aku buat itu, sopirmu khawatir, takut kamu jatuh dan terluka, tapi kamu mengabaikan itu dan tetap menerima ajakanku. Di rumah pohon itu kita mengobrol, bercerita tentang kita dulu kala bahagia, tertawa bersama seperti kesedihan tidak akan pernah terasa, berkhayal seakan semua ini hanyalah awal, ya mungkin ini memang awal. Aku tidak begitu faham arti cinta, tapi, sepertinya aku jatuh cinta kepadamu, Eca.

Sedang asiknya kita bercerita, waktu menunjukkan tengah malam dan pergantian tahun pun terjadi. Dari rumah pohon, kita menikmati indahnya cahaya dari kembang api yang ditembakkan ke arah langit, gemerlap kembang api yang sementara mengalahkan cahaya bintang itu terlihat sangat indah, dengan didasari langit malam, semuanya terlihat seperti sudah diatur oleh sang pencipta. Bintang pun terlihat sengaja redup agar cahaya kembang api itu bisa terlihat sangat terang dan indah, saat aku sadar bahwa aku terlalu fokus pada kembang api aku pun melihat ke arah wajahmu, wajah yang terkena pantulan cahaya kembang api itu seakan bertambah cantik setiap detiknya, kurasa bintang pun redup bukan untuk kembang api yang sedang ditembakkan, melainkan karena semua cahaya bintang itu telah kamu ambil sehingga membuat wajah cantik itu semakin terlihat sempurna. Entah aku yang sudah gila atau kamu yang sudah berhasil membuatku tergila-gila, yang jelas; kamu sangat cantik pada malam kita bersama.

Sebelum semua kembang api itu berhenti memancarkan sinarnya, terucap sebuah janji yang berisi bahwa suatu saat nanti kita akan menikmati kembang api bersama di Negeri matahari terbit yang terkenal akan festival kembang apinya itu.

Pagi tiba, entah aku harus tersenyum bahagia karena berhasil punya waktu bersama denganmu, atau cemberut merasakan hati dan otak yang kembali senyap tanpa meriahnya tentangmu. Kufikir kamu akan menetap setidaknya sampai matahari datang, tetapi begitu sopirmu dapat telepon dari ayahmu, kamu bergegas pamit lalu kembali pulang. Ada yang aku lupakan malam itu; berterimakasih atas bahagia yang sudah kamu bawa, yah, semoga di lain waktu aku dapat membalas bahagiamu itu.

***

Sekarang, tepat 6 tahun kita tidak pernah bertemu dan tepat 3 tahun kita tidak pernah lagi berkomunikasi lewat media telepon semenjak kamu tinggal di Australia sekaligus kuliah disana. Dan aku?! aku sudah berhasil mencapai Negeri matahari terbit yang dulu pernah kita janjikan akan menikmati kembang api bersama disini. Entah bagaimanapun caranya akhirnya aku berhasil sampai di Jepang karena program pertukaran mahasiswa. Tidak jarang juga aku memasang status pada media sosial hanya agar kamu tahu bahwa aku sudah berhasil berada di Jepang.

Malam ini, tepat tanggal 31 Desember 2019 aku sudah menyiapkan dua buah kursi dan sebuah meja di atap tempat tinggalku di Jepang, ya walaupun sendiri setidaknya aku bisa berkhayal bahwa ada seseorang yang duduk di kursi yang kosong itu dan menemaniku melihat kembang api dari sini. Ini tahun pertamaku di Jepang dan aku masih belum tahu tentang tradisi yang ada di Negara ini pada setiap pergantian tahunnya, jadi aku hanya bisa berharap bahwa aku bisa melihat kembang api dari tempatku berada ini, dan lagi-lagi aku memfoto tempatku berada dan memasangnya pada status sosial media dengan harapan yang sama. Setelah menyiapkan kursi serta meja di atap tempat tinggalku, aku berjalan ke supermarket terdekat untuk membeli beberapa camilan dan minuman untuk kusantap sembari menunggu pergantian tahun. Saat sedang berjalan pulang aku melihat pintu rumahku terbuka yang seharusnya sudah kututup sebelum aku pergi tadi, ya walaupun tidak ku kunci seharusnya pintu itu juga tidak akan terbuka walau tertiup angin sekalipun, dan saat aku sampai di rumah aku melihat sepatu yang bukan milikku berada di rak sepatu, aku penasaran, lalu kuperiksa semua ruangan tetapi tidak ada siapa-siapa di dalam rumah, dan saat aku berjalan ditangga untuk mencapai atap rumahku tempat aku menyiapkan tempat untukku menikmati indahnya kembang api itu, aku melihat seseorang yang duduk di salah satu kursi yang sudah kusiapkan, kuhampiri orang itu, dan ternyata kulihat wajah yang tidak asing, wajah cantik yang tak pernah kulihat lagi selama 6 tahun ini telah menjadi semakin dewasa, tanpa menghilangkan sedikitpun senyum imut yang dimilikinya ia pun tersenyum kepadaku.

“Eca?!” kataku terkejut

Ya, itu Elsa Anitta Wijaya, wanita yang semenjak 3 tahun lalu tidak pernah ada kabar. Seketika Elsa berdiri dan memelukku dengan erat, dan matanya berkaca sedikit mengeluarkan air mata, entah air mata rindu atau bahagia aku tidak tahu, yang jelas saat itu yang kuingin hanyalah membalas pelukannya dengan sangat erat juga tak peduli walau kesulitan bernafas sekalipun.

“kamu kok bisa ada di sini?” tanyaku

Kamu yang dengan sedikit kesulitan mencoba menahan air mata itu dan perlahan melepaskan pelukan lalu kembali duduk, sambil menggenggam tanganku kamu pun menyuruhku untuk duduk.

“iya, aku sengaja meluangkan waktu untuk kesini, ke tempat kamu tinggal selama di Jepang; di Negara yang sudah kita janjikan akan menikmati kembang api bersama” jawabmu sendu sambil mengelap air mata yang menetes melewati pipi indahmu itu

“kamu tahu darimana kalo aku ada di sini?” tanyaku bingung

“kan kamu selalu membuat status dari foto-fotomu semenjak kamu pindah ke Negara ini” jawabmu sedikit tersenyum

“memangnya kita berteman di sosial media?!” lanjutku semakin bingung

“tidak, aku kan tidak punya banyak waktu luang untuk bermain sosial media seperti itu, tapi di sela kesibukanku kuliah aku meminta salah satu asisten papa untuk selalu mengawasimu di sosial media itu hehe, maaf ya aku tidak bilang kepadamu dulu” katamu menjelaskan

“huh, akhirnya semua status yang kupasang membuahkan hasil” fikirku

Saat itu, lepas semua rinduku bersamaan dengan semua kebahagiaan yang lahir di hatiku, kuceritakan semua cerita tentangku yang sudah sangat lama ingin kuceritakan kepadamu, begitupun sebaliknya. Kamu merencanakan sesuatu dengan mengajakku ke beberapa tempat indah di kota tempatku tinggal yang sudah pernah kamu datangi pada saat berlibur ke Negara ini beberapa tahun lalu, ya, kamu jauh lebih tahu banyak tempat di Negara ini dibandingkan aku yang bisa dibilang tinggal di sini, dan kufikir; selagi kamu ada kesempatan, kenapa tidak?! Lalu kita pun pergi ke salah satu taman yang tidak jauh dari tempat tinggalku yang sebenarnya aku sendiri pun tidak tahu bahwa ada taman di dekat tempat aku tinggal, kita mencari tempat duduk disana, dan tidak lama terdengar suara lonceng yang entah dari mana dan itu pertanda pergantian tahun, lalu banyak kembang api yang ditembakkan ke arah langit, setelah beberapa detik melihat indahnya kembang api itu aku kembali melihat ke arah wajahmu, wajah cantik yang bersinar dibantu cahaya kembang api itu membuatnya semakin sempurna untuk dilihat, sedikit dejavu memang, tetapi sepertinya kali ini aku dapat lebih berani dari aku yang dulu, tanpa aku sadari tiba-tiba aku mencium pipi indah milikmu itu dan kamu sedikit terkejut,

“eh hmm maaf eca maaf” kataku sedikit takut.
Bukannya marah, kamu pun malah tersenyum

“tidak apa kok” katamu dengan senyuman di wajah.

Sehabis itu, kamu pun menyandarkan kepalamu pada bahuku, entahlah ini mimpi atau bukan tapi malam itu sangat berarti untukku, kebahagiaan yang kamu beri tidak akan pernah aku lupakan sampai kapanpun, kuharap kita bisa seperti ini setiap kita rindu, kuharap aku bisa selalu ada di dekatmu setiap waktu, dan kuharap kita bisa berjanji untuk saling bahagia bersama dan mewujudkannya satu per satu.

“Aku cinta kamu Eca” kataku berbisik tanpa disadari

“Aku jauh lebih cinta kamu” katamu sendu

Terima kasih untuk tetap ada di hidupku, Eca!



Cinta

Kita pernah bersama dalam waktu yang cukup lama, tetapi aku selalu percaya bahwa cinta itu sangat mudah sirna. Sampai akhirnya keyakinanku yang seperti itu mengubah semua rasa yang ada sehingga hubungan kita dapat hancur begitu saja. Setiap pertengkaran, setiap perdebatan selalu saja berakhir dengan fikiran "mungkin memang ini sudah saatnya sirna."

Seharusnya dari awal aku yakin bahwa cinta itu tak mudah sirna sehingga aku tak langsung pasrah begitu saja. Maaf, dulu aku begitu bodoh dalam memahami arti cinta sehingga kamu yang jadi korbannya.

Hujan



Kala itu, saat hujan turun dengan derasnya
kita sedang di bawah langit yang sama
merasa bahagia yang tak kalah deras dengan air hujan
mencapai cinta yang sebenarnya cinta
tanpa ada luka meski langit sedang berduka

Kala itu, saat atap bangunan melindungi orang lain dari hujan
kita justru bermain dengan hujan itu sendiri
tertawa di bawah derasnya air hujan menyerang tanpa iba
perlahan hangat terasa pada dinginnya cuaca
dengan pelukan yang semakin erat dan akan teringat sepanjang masa

Kala itu, saat musik terasa senyap tertimpa suara hujan
kita berdansa pada panggung yang terasa hanya untuk kita
dengan lincahnya menari pada alunan air yang menyentuh kerikil
bergerak kesana kemari dengan tujuan hanya satu yang dicari;
romansa yang melahirkan cinta dengan akhir yang bahagia



Dulu



Dulu kita suka bercanda
memaksa bercerita untuk meraih cinta
mencipta bahagia memutus lara
menjemput sebuah rasa untuk meninggalkan hampa

Dulu kita suka sekali bertemu
mengabaikan semu tanpa dijamu
meluangkan waktu untuk tidak diganggu
membuang pilu serta rindu

Dulu kita suka sekali berjanji
membuat janji untuk saling menjaga hati
membuat janji untuk tidak pernah menyakiti
membuat janji untuk merawat hubungan ini
sampai mati.

Tetapi, itu semua kau ingkari
kau pergi ke lain hati
dan sampai sekarang tak pernah kembali.

Ceritakan padaku..

Ceritakan padaku tentang hujanmu
Tentang dinginnya rindu yang menusuk
masuk melalui pori-pori tubuhmu
Tentang derasnya kasih sayang yang kau beri
Hingga kecewa pergi tanpa disadari

Ceritakan padaku tentang cerahmu
Tentang hangatnya cinta yang pernah datang
tanpa sesiapapun yang tahu
Tentang indahnya perasaan dalam menjalin hubungan
Hingga yang tersisa hanya kebahagiaan

Ceritakan padaku tentang harimu
Yang sudah tak ada aku di dalamnya

Hilang Menjadikan Kenang



Termenung di teras rumah, membuang semua yang nyata dan mulai bermain dengan imajinasi; mengkhayal tentang sebuah hubungan yang tak akan pernah usai walau banyak impian yang mustahil untuk dicapai. Apa boleh berharap agar semua ini tak akan pernah mati walau sang pencipta sudah berjanji?!
***
Nadin, saat-saat bersamamu memang sangat menenangkan. Sebelum kenal denganmu aku hanya anak kecil yang tidak tau harus berteman dengan siapa di sekolah yang baru saja aku tempati, aku hanya anak baru yang bahkan tidak seorangpun yang mau berteman denganku, tetapi pengecualian untukmu, kamu yang tanpa ragu memulai obrolan denganku dan sampai pada akhirnya kita menjadi akrab dan saling menyatakan kepada satu sama lain bahwa kita adalah sahabat. Walau tidak begitu paham dengan arti tentang persahabatan, yang kuinginkan hanyalah berteman denganmu sampai di dunia hanya tersisa rasa bahagia.
***
Bertahun-tahun berlalu dan kamu masih berteman denganku. Banyak waktu kita habiskan, banyak ragu kita abaikan. Untuk seorang sahabat, kamu memberiku banyak hal: kebahagiaan contohnya. Aku bahagia denganmu, tenang jika berada di dekatmu. Kita pernah berjanji kepada satu sama lain bahwa kita akan tetap bersahabat dan tidak akan meninggalkan sampai kapanpun, tapi, apa kamu sadar bahwa kamu ingkar terhadap janji itu?!
Dua tahun lalu kamu pergi dan sampai kapanpun tidak akan kembali, saat itulah untuk pertama kalinya aku sangat benci denganmu, kecewaku memuncak hingga air mata keluar deras melalui kelopak, dan dada terasa sangat sesak.
Kecelakaan mobil pada dua tahun lalu membuat kamu pergi sekaligus mengingkari janji, pergi dan tak akan pernah kembali lagi. Aku tidak bisa mengerti kenapa harus orang sepertimu yang pergi. Pelajaran pada saat itu yang kudapat darimu hanyalah sebatas kekecewaan yang tiada henti, bahkan sampai detik ini aku masih tidak mengerti kenapa kau ingkari janji yang kau buat sendiri.
Sekali lagi, Apa boleh berharap agar semua ini tak akan pernah mati walau sang pencipta sudah berjanji?!

Bunga




Bunga,
lagi-lagi aku menangisinya
Menangisi orang yang tak pernah kucium keningnya
Menangisi orang yang tak pernah gagal membuatku terpana
Menangisi orang yang belum dan tak akan pernah kujumpa

Bunga,
Tak pernah sekalipun aku mencintai seseorang setulus dirinya
Tak pernah sekalipun aku mencintai seseorang seindah dirinya
Tak pernah sekalipun aku mencintai seseorang sedalam dirinya
Dan, tak pernah sekalipun aku menemukan alasan untuk mencintainya

Bunga,
Maafkan aku yang belum bisa membanggakanmu
Maafkan aku yang belum bisa membahagiakanmu
Maafkan aku yang belum bisa jadi yang terbaik bagimu
Dan, maafkan aku yang belum bisa mengunjungimu

Ah, lagi-lagi aku menangis. Aku mencintaimu, Bunga. 

Bercerita Tentang Bahagia