Ceritakanlah!!!


Pernah nggak sih kalian itu merasa tidak dibutuhkan sama sekali?! Iya, aku sedang berada dalam fase itu, tepatnya sebelum kamu hadir.

Beberapa bulan lalu hari-hariku sangat menyebalkan. Berada dimanapun tidak nyaman bagiku karena tidak ada yang pernah berharap ada aku di sana, bahkan keluargaku sendiri. Aku pulang saat liburan setelah sekian lama tinggal di kamar kosku yang kutempati selama kuliah, hari pertama kedatanganku semua menyambut dengan hangat. Tapi itu hanya hari pertama, selebihnya semua biasa saja, semuanya menjadi berbeda seakan jauh lebih nyaman jika aku tidak pulang ke tempat kelahiranku, tempat dimana yang seharusnya menjadi tempat bahagiaku saat aku sedang sedih, tempat dimana yang seharusnya menjadi tempatku beristirahat dari lelah yang kualami, nyatanya saat ini sudah tidak begitu.

Liburku belum usai tapi aku memutuskan untuk kembali ke tempat kos. Setidaknya tempat lain jauh lebih nyaman meski situasinya tetap sama. Kuhabiskan waktu liburku dengan bersantai di dalam kamar, menonton film kesukaanku. Terkadang juga aku berkhayal tentang bagaimana jika kehidupanku sama dengan kehidupan dengan tokoh utama pada sebuah film, seperti Princess Diaries contohnya, cerita tentang seorang wanita polos dengan penampilan yang berbeda dan selalu mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari orang-orang di sekolahnya, hingga suatu ketika kenyataannya pun berubah setelah ia diberitahu bahwa ia adalah seorang cucu dari ratu pada sebuah kerajaan. Aku suka tentang cerita pada film itu, terlebih lagi aku suka pada sifat polos yang dimiliki dari tokoh utama pada film tersebut, film itu tak pernah membuatku bosan.

Jika sore tiba, aku menghabiskan waktuku dengan meminum kopi di coffeeshop yang biasa kudatangi. Duduk di pojokan di dekat dinding, di tempat yang selalu kosong karena tidak ada orang yang cukup menyedihkan yang mau duduk di pojok, sambil membaca buku kumpulan anekdot dengan ditemani secangkir ice Americano bisa membuatku merasa cukup dan untuk beberapa saat aku bisa lupa bahwa aku sedang sendiri. Hampir setiap aku datang ke tempat itu aku selalu melihat orang yang sama yang duduk di meja yang berada di depan meja yang biasa aku tempati. Jarak kita tidak terlalu dekat, tetapi ia selalu duduk berhadapan denganku sehingga kami dapat melihat satu sama lain jika kami mau. Ia selalu datang beberapa menit setelah aku memesan kopi yang aku mau, dengan laptop yang selalu menjadi tujuan dari fokusnya itu sesekali aku melirik ke arahnya, penampilannya tidak terlalu menarik tetapi dapat membuatku penasaran dan ingin mengenalnya.

Pada suatu sore saat tempat yang biasa kudatangi sedang sangat ramai dengan orang-orang yang datang untuk merayakan ulang tahun salah seorang yang ada di sana, semua meja penuh, kecuali meja yang berada di pojok tempat yang biasa aku tempati, entah sejak kapan tempat itu selalu kosong dan itu sangat tepat untuk ditempati oleh orang sepertiku. Dengan terisinya semua meja yang tersedia, sepertinya hari ini aku tidak bisa melihat orang yang biasa mengisi tempat yang berada di depan mejaku, tapi tak apa, tujuanku ke sini kan bukan itu. Sore ini tempat ini begitu ramai, untungnya aku selalu membawa earpods milikku kemanapun aku pergi jadi aku bisa tetap nyaman dengan duniaku dan mengabaikan keramaian yang ada. Kuabaikan buku yang biasa kubaca untuk kali ini dan mulai fokus pada lagu yang kudengarkan melalui earpods. Saat sedang asik mendengar lagu dan mengabaikan semuanya, mataku terfokus pada salah seorang yang baru masuk ke dalam coffeeshop ini, untuk sebentar ia melihat ke arahku dan lanjut berjalan untuk memesan sesuatu. Tapi, tempat ini kan sudah terisi penuh, untuk apa ia tetap memesan?!

Setelah memesan ia mulai berjalan ke arahku dan mulai duduk di kursi yang kosong yang berada di meja yang aku tempati. Seperti biasa, ia membawa tas berukuran agak besar agar dapat menyimpan laptopnya itu.

“apa kamu tidak keberatan aku duduk di sini?” kalimat pertama yang ia ucapkan, dan entah kenapa aku sangat terfokus pada suaranya sehingga keramaian ini tak mengganggu aku untuk mendengar apa yang ia katakan.

“iya, silakan!” ucapku yang masih agak canggung. Aku tidak keberatan ia berada di meja yang sama denganku, hanya saja ini pertama kalinya aku berbicara dengannya setelah sekian lama hanya memperhatikan wajahnya dari tempat yang sekarang aku tempati.

“aku boleh tanya sesuatu?!” ucapnya tak lama setelah pesanannya sampai di meja kami

“boleh, tanyakan saja”

“apa kamu salah satu orang yang selalu berfikir bahwa menyendiri adalah kenyamanan terbaik untuk dirimu?” sedikit tidak sopan sebenarnya untuk orang yang baru pertama kali berbicara dengan orang lain langsung memberi pertanyaan seperti ini, tapi tak kupedulikan ketidaksopanannya itu. “semenjak aku sering ke sini aku selalu memperhatikanmu, wajah yang selalu merasa bahwa sendiri itu lebih baik, prilaku yang tidak membutuhkan orang lain untuk menemani karena tak pernah merasa dibutuhkan oleh orang lain, kamu menggambarkan itu semua pada dirimu semenjak berada di sini. Apa kamu orang yang seperti itu?!” lanjutnya

Ah, menjawab ini sepertinya menyulitkan, tapi tak apa menurutku, sesekali sepertinya bercerita itu perlu. “sejujurnya beberapa minggu belakangan ini memang itu yang kurasakan; tak pernah dibutuhkan dan diharapkan oleh orang lain. jadi, kufikir menyendiri itu adalah jalan terbaik untukku saat ini”

“sepertinya aku mengerti, beberapa tahun lalu aku juga pernah merasakan itu. Tapi, apa kamu tau bahwa jika menurutmu tidak ada orang yang mengharapkanmu, kan masih ada awan, langit, bintang, pelangi, mereka selalu senang jika kamu tetap ceria, semesta selalu menyambutmu, semesta selalu mendukungmu walau manusia tidak seperti itu, jadi, cerialah, jangan berfikir seperti itu lagi. Jika yang kamu butuhkan hanya seseorang untuk menemani, aku akan selalu ke tempat ini setiap sore, jadi datang saja. Ceritakan saja apa yang mau kamu ceritakan, jangan disimpan sendiri, aku pasti akan mendengar ceritamu.” Ah, aku senang mendengar ucapan itu darinya, mungkin selama ini aku salah, aku selalu merasa seperti ini dan tanpa ada yang menyadari aku mencoba bersembunyi dari rasa yang aku alami, setidaknya yang kubutuhkan itu hanya menceritakan semua yang aku alami entah pada siapapun itu. Sepertinya aku harus berterimakasih pada keadaan kali ini, pada keramaian tempat ini, dan pada orang yang selalu kuperhatikan akhir-akhir ini. Terima Kasih…

Νύχτα #2


Aku Elsa Anitta Wijaya, wanita yang bisa mendapat apapun dalam sekali minta, tetapi pengecualian untuk urusan cinta. Papaku adalah seorang pengusaha kaya yang dapat berbicara dengan 5 bahasa; Indonesia, Inggris, Jepang, Korea, dan mandarin, mamaku adalah seorang desainer pakaian terkenal yang namanya sudah dikenal di seluruh Asia dan beberapa Negara di Eropa, tetapi ia menghembuskan nafas terakhirnya begitu melahirkanku.
Meskipun papa sibuk kerja dan mama sudah tiada setidaknya aku tidak pernah kesepian di rumah, rumahku memiliki banyak penjaga, beberapa asisten rumah tangga, dan seorang sopir untuk mengantarku kemanapun aku mau, terlebih lagi aku memiliki pengasuh yang sudah kuanggap sebagai pengganti mama, aku memanggilnya ibu, saat dengannya aku dapat merasakan kasih sayang serta sifat ke-ibu-annya, alasannya mungkin karena ia juga sudah memiliki dua orang anak.

Anak kedua dari pengasuhku tinggal bersama kami di rumahku, Pandu namanya, ia seumuranku, ia yang selalu menemaniku, mendengarkan setiap ceritaku, menenangkan semua gelisahku, dan ia juga yang telah memenangkan hatiku sepertinya. Kami sangat menyukai kembang api, hal yang paling kusuka adalah menikmati indahnya kembang api bersamanya saat malam pergantian tahun.

***

Aku tinggal di Australia dan berkuliah di sini, aku memutuskan berkuliah di sini agar impianku untuk meneruskan apa yang telah mama tinggalkan dapat terwujud. Seminggu sebelum pergantian tahun semua tugas kuliah serta kesibukanku telah kuselesaikan, dan aku berencana untuk terbang ke negeri sakura untuk memberi kejutan kepada orang hebat yang sudah memenangkan hatiku; Pandu Alfian Pramudya. Beberapa tahun belakangan ini aku meminta asisten papa yang sekaligus menjadi asistenku juga di Australia ini untuk memantau Pandu melalui akun media sosialnya, pernah terfikir agar aku saja yang melakukan itu, tetapi aku ragu dan takut; takut perjuanganku berkuliah di sini menjadi sia-sia hanya karena kesibukanku terpecah antara fokus belajar dan berkomunikasi dengan Pandu, dan aku rasa ia juga tak mau itu terjadi. Memang sedikit egois menurutku untuk meninggalkannya hanya karena aku ingin fokus mengejar impianku, tetapi, kuharap ia mengerti.

Setelah mengetahui tempat tinggal Pandu saat di Jepang, aku memutuskan untuk mengunjunginya sendiri, kuberi tahu papa agar tidak mengirim orang untuk menjemputku di bandara, dan kuharap aku berhasil bertemu dengannya, semoga saja.

Kurang lebih 10 jam perjalanan dari Perth, akhirnya aku sampai di Tokyo, sedikit nostalgia karena ini kedua kalinya aku ke Negeri Sakura ini. Beberapa tahun lalu saat aku mendapat kesempatan berlibur aku meminta untuk beribur ke Negara ini, Negara yang sudah pernah aku dan Pandu janjikan akan menikmati kembang api bersama dan entah kapanpun itu akan kuusahakan itu bukan janji yang mudah sirna.

***

Sekarang, aku di sebuah taman yang diisi oleh banyak sekali bunga yang indah, bersandar pada bahumu yang begitu nyaman, memandangi indahnya cahaya kembang api, tersenyum bahagia mengingat kecupan indah yang terasa pada pipiku beberapa menit lalu, ah Pandu, kuharap aku milikmu untuk selamanya tapi kebahagiaan ini hanya bersifat sementara, maafkan aku jika sehabis ini aku pergi lagi untuk waktu yang lama, untuk sekarang mari kita fikirkan bagian bahagianya saja.

Kembang api perlahan menghilang bersamaan dengan waktu yang sudah semakin lama berjalan, kami kembali ke tempat tinggal Pandu, tangan kami berpegang sangat erat seakan semua ini akan terbawa sampai nanti kita tak bisa berbincang hanya bisa mengirim surat, aku suka saat kamu mengecupku lalu membisikkan kata “aku cinta kamu” dengan perlahan, tak peduli akan menghilang semua yang terkenang, yang penting aku milikmu sekarang, Pandu.
Begitu sampai, kulepas jaket yang melindungiku dari tajamnya angin malam yang menusuk, kusandarkan diriku di tempat duduk yang bersebelahan dengan rak buku; mencoba sejenak mengistirahatkan diri

Sambil mengusap kepalaku “selamat tahun baru, Eca” katanya

“selamat tahun baru, Panda” jawabku

“Panda?”

“iya, Pandu Alfian Pramudya disingkat jadi Panda” kataku sambil sedikit tersenyum; menggoda agar ia tak keberatan dengan panggilan baruku untuknya “apa permohonanmu pada tahun baru ini?” lanjutku

“menciummu kembali pada malam tahun baru berikutnya” jawabnya

Permohonan yang sederhana yang membuat aku bahagia meski hanya sekedar mendengarnya. “mari kita kabulkan sama-sama permohonanmu itu”

“lantas?! Apa permohonanmu?!”

“dapat dicium olehmu lagi pada malam tahun baru berikutnya”

“umm, sama saja seperti milikku, ada yang lain?”

“biar kufikirkan” jeda beberapa detik tanpa ada yang berbicara, “berada dipelukanmu sampai pagi tiba, eh tidak, sampai kesiangan kalau bisa” kataku

“terkabul, sepertinya kamu memang akan selalu mendapatkan apapun yang kamu minta ya” jawabnya dengan sedikit tertawa

Tanpa menjawab aku beranjak dari tempat dudukku dan menghampiri Pandu yang sedang duduk di sofa yang menghadap ke arah televisi yang jaraknya hanya beberapa meter dari tempat dudukku. Belum sempat aku bersandar, Pandu berniat memelukku, kuubah posisi dudukku untuk membelakangi tubuhnya, dipeluk aku dari belakang, perlahan kami rebahkan tubuh pada sofa tersebut secara bersamaan, sedikit tidak nyaman memang karena ukuran sofanya yang tidak terlalu besar, tetapi, setidaknya situasi itu membahagiakan untuk kami.
“oyasuminasai, Eca-san” ucapnya

“Good Night, Pandaku” jawabku



Νύχτα #1


Jepang.
Malam tahun baru adalah malam paling indah yang pernah ada di hidupku. Saat kita berumur 6 tahun, kau menggenggam tanganku begitu erat kala sedang menyaksikan kembang api yang ditembakkan ke arah langit pada malam itu.

***

Elsa Anitta Wijaya, anak dari seorang pengusaha kaya yang memiliki lebih dari 7 perusahaan terkemuka di Asia, bisa dibilang kamu ini ratu yang bisa mendapatkan apapun hanya dalam sekali minta. Sedangkan aku, aku hanyalah anak yang menumpang tinggal di istana mewah yang kamu sebut rumah. Ibuku bekerja sebagai asisten rumah tangga sekaligus menjadi orang yang mengurus dan menjagamu di rumah itu, karena rumahku berada jauh dari rumah mewahmu itu, jadi, ibuku terpaksa tinggal di rumahmu sembari bekerja disana. Ayah dan kakakku bekerja hampir setiap hari, karena ibuku tidak ingin aku sendirian di rumah jadi ibuku mengajak aku untuk tinggal di salah satu kamar yang ada di rumah mewah milik ayahmu itu, dan di rumah itulah aku dapat mengenalmu.

Belum genap setahun kita berteman, tahun baru pun tiba. Kamu dan keluarga besarmu mengadakan acara pada saat malam tahun baru, dan kamu mengajakku untuk bergabung denganmu dan beberapa saudaramu yang sepantaran dengan kita. Sambil memakan makanan yang disediakan pada acara itu kita pun menunggu tengah malam. Setelah makan, beberapa asisten ayahmu menyiapkan banyak kembang api yang sudah dibeli sebelum ayahmu pulang dari Hongkong kemarin. Tidak lama setelah semua kembang api selesai dipersiapkan, jam pun menyatakan tengah malam dan ayahmu meminta asistennya untuk menyalakan semua kembang api itu. Saat kembang api itu ditembakkan ke arah langit, kamu menggenggam tanganku, bersamaan dengan rasa kagumku tentang indahnya kembang api itu akupun bahagia bisa mengenalmu dan keluargamu itu. Setelah itu, kita pun selalu menikmati kembang api bersama pada setiap malam tahun baru.

***

Saat aku lulus dari Sekolah Dasar, ibuku memutuskan berhenti bekerja di rumahmu dan pada akhirnya aku dan ibuku tidak tinggal disana lagi, namun, kamu selalu menelepon ibuku jika sedang ingin mengobrol dengannya, ingin sekali aku ambil telepon itu dari ibuku dan mulai mengobrol denganmu setiap kali melihat ibuku sedang mengobrol denganmu lewat telepon. Tidak jarang juga kamu main ke rumah kecilku kala itu, saat kamu ke rumahku alasan yang kamu gunakan agar ayahmu memberi izin selalu sama; rindu. Yah, saat kamu menceritakan itu seketika aku memang berfikir bahwa kamu rindu ibuku, tetapi, entah ini hanya perasaanku saja atau apa, kamu lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengobrol denganku, menceritakan semua ceritamu ke aku, dibandingkan bercerita dengan ibuku seperti yang selalu kamu lakukan lewat telepon.

Tidak sepertimu yang bisa mendapat apapun yang kamu mau, aku harus menabung terlebih dahulu untuk bisa mendapatkan sesuatu yang aku inginkan. Setelah lama menabung akhirnya aku bisa membeli Handphone pribadi untukku, yah, alasan utamanya sih memang karena aku ingin berkomunikasi denganmu seperti yang selalu kamu lakukan dengan ibuku. Tidak pakai lama aku langsung mencari nomor pribadimu di kontak Handphone ibuku, setelah dapat langsung saja aku kabari kamu bahwa aku sudah mempunyai Handphone untuk kita berkomunikasi. Setelah kamu tahu bahwa aku sudah mempunyai alat komunikasiku sendiri, kamu jadi jarang menelepon ibuku karena selalu aku yang jadi tujuan cerita keseharianmu itu, aku senang kamu mau bercerita kepadaku, walau terkadang ibuku memasang wajah heran tercampur cemburu karna selalu aku yang jadi pendengar dari cerita bahagiamu itu. Dari komunikasi lewat telepon itu akhirnya kita bisa semakin dekat, kita bertukar cerita, dan, sampai pada akhirnya, seminggu sebelum tahun baru yang bersamaan dengan libur kelulusan sekolah kamu mengajakku merayakan malam tahun baru bersama keluargamu setelah beberapa tahun kita tidak merayakannya bersama, tapi, aku sudah terlalu malu untuk bisa bergabung dengan keluarga besarmu itu, saat kutolak ajakanmu itu kamu seketika terdiam dari telepon itu dan langsung mematikan teleponnya, kufikir kamu kecewa karena aku tidak menerima ajakan itu, walau sebenarnya aku sangat ingin menerimanya, tetapi aku fikir memangnya aku siapa?! Aku kan hanya orang yang pernah menumpang tinggal di istana besar itu.

Tidak ingin kalah dengan orang-orang lainnya, aku beserta keluarga kecilku mengadakan pesta kecil di rumah untuk merayakan pergantian tahun kala itu, dengan disediakan beberapa potong ayam yang dibeli dari pasar serta beberapa jagung yang sudah siap untuk dibakar, kami pun siap mengadakan pesta malam tahun baru. Saat aku sedang menyiapkan tempat untuk membuat jagung bakar, aku dan keluargaku dibuat kebingungan oleh sebuah mobil mewah yang tiba-tiba parkir di rerumputan samping rumahku, tidak lama setelah mesin mobil tersebut mati, pintu mobil pun terbuka, dan tiba-tiba seorang wanita yang sudah tidak asing lagi wajahnya pun keluar dari mobil tersebut.

“Eca?!!” tanyaku sedikit terkejut

“kamu kenapa tak pernah meneleponku lagi semenjak kututup teleponnya di hari itu?” Tanya darimu yang sedikit cemberut tanpa sedikitpun membuat wajah cantikmu mengekerut

“eh, hmm, pulsaku habis, aku belum sempat membelinya, hehe” jawabku spontan, yang padahal pulsaku masih tersisa cukup banyak karna tidak pernah terpakai semenjak tidak berkomunikasi denganmu. “kamu kok kesini?! Bagaimana dengan acara keluargamu?” lanjutku

“ayah sedang ada urusan mendadak, jadi malam tahun baru kali ini kami tidak mengadakan acara apapun” katamu sedikit tersenyum.

Aku sedikit panik; apa yang harus aku sediakan untuk seorang ratu yang sedang keluar istananya sepertimu ?! untuk sementara waktu aku abaikan fikiran seperti itu dan mulai membakar ayam yang sudah disiapkan oleh ibuku.
Tidak sampai dua jam sampai semua ayamnya siap untuk dimakan, akupun kembali terfikir; apakah kamu bisa memakan makanan seperti ini?! Karena kehidupanmu setiap hari pun selalu memakan makanan mewah yang jika kuhitung harga satu porsi makanan tersebut setara dengan uang jajanku selama dua minggu.

“kamu tidak apa memakan ini?” tanyaku sedikit ragu

“memangnya kenapa?” jawabmu seakan tak ada masalah

Kamu dan sopirmu pun makan bersama keluargaku pada malam itu,

“mmm, enak banget, ini yang paling enak yang pernah aku makan” katamu dengan wajah senang setelah mencoba ayam bakar kala itu.

Aku sangat tau bahwa saat itu kamu sedang berbohong, tapi di sisi lain aku melihat keluargaku bahagia dengan ekspresimu itu, jadi kubiarkan saja. Beberapa menit setelah makan, aku mengajakmu untuk ke rumah pohon yang sudah lama aku buat itu, sopirmu khawatir, takut kamu jatuh dan terluka, tapi kamu mengabaikan itu dan tetap menerima ajakanku. Di rumah pohon itu kita mengobrol, bercerita tentang kita dulu kala bahagia, tertawa bersama seperti kesedihan tidak akan pernah terasa, berkhayal seakan semua ini hanyalah awal, ya mungkin ini memang awal. Aku tidak begitu faham arti cinta, tapi, sepertinya aku jatuh cinta kepadamu, Eca.

Sedang asiknya kita bercerita, waktu menunjukkan tengah malam dan pergantian tahun pun terjadi. Dari rumah pohon, kita menikmati indahnya cahaya dari kembang api yang ditembakkan ke arah langit, gemerlap kembang api yang sementara mengalahkan cahaya bintang itu terlihat sangat indah, dengan didasari langit malam, semuanya terlihat seperti sudah diatur oleh sang pencipta. Bintang pun terlihat sengaja redup agar cahaya kembang api itu bisa terlihat sangat terang dan indah, saat aku sadar bahwa aku terlalu fokus pada kembang api aku pun melihat ke arah wajahmu, wajah yang terkena pantulan cahaya kembang api itu seakan bertambah cantik setiap detiknya, kurasa bintang pun redup bukan untuk kembang api yang sedang ditembakkan, melainkan karena semua cahaya bintang itu telah kamu ambil sehingga membuat wajah cantik itu semakin terlihat sempurna. Entah aku yang sudah gila atau kamu yang sudah berhasil membuatku tergila-gila, yang jelas; kamu sangat cantik pada malam kita bersama.

Sebelum semua kembang api itu berhenti memancarkan sinarnya, terucap sebuah janji yang berisi bahwa suatu saat nanti kita akan menikmati kembang api bersama di Negeri matahari terbit yang terkenal akan festival kembang apinya itu.

Pagi tiba, entah aku harus tersenyum bahagia karena berhasil punya waktu bersama denganmu, atau cemberut merasakan hati dan otak yang kembali senyap tanpa meriahnya tentangmu. Kufikir kamu akan menetap setidaknya sampai matahari datang, tetapi begitu sopirmu dapat telepon dari ayahmu, kamu bergegas pamit lalu kembali pulang. Ada yang aku lupakan malam itu; berterimakasih atas bahagia yang sudah kamu bawa, yah, semoga di lain waktu aku dapat membalas bahagiamu itu.

***

Sekarang, tepat 6 tahun kita tidak pernah bertemu dan tepat 3 tahun kita tidak pernah lagi berkomunikasi lewat media telepon semenjak kamu tinggal di Australia sekaligus kuliah disana. Dan aku?! aku sudah berhasil mencapai Negeri matahari terbit yang dulu pernah kita janjikan akan menikmati kembang api bersama disini. Entah bagaimanapun caranya akhirnya aku berhasil sampai di Jepang karena program pertukaran mahasiswa. Tidak jarang juga aku memasang status pada media sosial hanya agar kamu tahu bahwa aku sudah berhasil berada di Jepang.

Malam ini, tepat tanggal 31 Desember 2019 aku sudah menyiapkan dua buah kursi dan sebuah meja di atap tempat tinggalku di Jepang, ya walaupun sendiri setidaknya aku bisa berkhayal bahwa ada seseorang yang duduk di kursi yang kosong itu dan menemaniku melihat kembang api dari sini. Ini tahun pertamaku di Jepang dan aku masih belum tahu tentang tradisi yang ada di Negara ini pada setiap pergantian tahunnya, jadi aku hanya bisa berharap bahwa aku bisa melihat kembang api dari tempatku berada ini, dan lagi-lagi aku memfoto tempatku berada dan memasangnya pada status sosial media dengan harapan yang sama. Setelah menyiapkan kursi serta meja di atap tempat tinggalku, aku berjalan ke supermarket terdekat untuk membeli beberapa camilan dan minuman untuk kusantap sembari menunggu pergantian tahun. Saat sedang berjalan pulang aku melihat pintu rumahku terbuka yang seharusnya sudah kututup sebelum aku pergi tadi, ya walaupun tidak ku kunci seharusnya pintu itu juga tidak akan terbuka walau tertiup angin sekalipun, dan saat aku sampai di rumah aku melihat sepatu yang bukan milikku berada di rak sepatu, aku penasaran, lalu kuperiksa semua ruangan tetapi tidak ada siapa-siapa di dalam rumah, dan saat aku berjalan ditangga untuk mencapai atap rumahku tempat aku menyiapkan tempat untukku menikmati indahnya kembang api itu, aku melihat seseorang yang duduk di salah satu kursi yang sudah kusiapkan, kuhampiri orang itu, dan ternyata kulihat wajah yang tidak asing, wajah cantik yang tak pernah kulihat lagi selama 6 tahun ini telah menjadi semakin dewasa, tanpa menghilangkan sedikitpun senyum imut yang dimilikinya ia pun tersenyum kepadaku.

“Eca?!” kataku terkejut

Ya, itu Elsa Anitta Wijaya, wanita yang semenjak 3 tahun lalu tidak pernah ada kabar. Seketika Elsa berdiri dan memelukku dengan erat, dan matanya berkaca sedikit mengeluarkan air mata, entah air mata rindu atau bahagia aku tidak tahu, yang jelas saat itu yang kuingin hanyalah membalas pelukannya dengan sangat erat juga tak peduli walau kesulitan bernafas sekalipun.

“kamu kok bisa ada di sini?” tanyaku

Kamu yang dengan sedikit kesulitan mencoba menahan air mata itu dan perlahan melepaskan pelukan lalu kembali duduk, sambil menggenggam tanganku kamu pun menyuruhku untuk duduk.

“iya, aku sengaja meluangkan waktu untuk kesini, ke tempat kamu tinggal selama di Jepang; di Negara yang sudah kita janjikan akan menikmati kembang api bersama” jawabmu sendu sambil mengelap air mata yang menetes melewati pipi indahmu itu

“kamu tahu darimana kalo aku ada di sini?” tanyaku bingung

“kan kamu selalu membuat status dari foto-fotomu semenjak kamu pindah ke Negara ini” jawabmu sedikit tersenyum

“memangnya kita berteman di sosial media?!” lanjutku semakin bingung

“tidak, aku kan tidak punya banyak waktu luang untuk bermain sosial media seperti itu, tapi di sela kesibukanku kuliah aku meminta salah satu asisten papa untuk selalu mengawasimu di sosial media itu hehe, maaf ya aku tidak bilang kepadamu dulu” katamu menjelaskan

“huh, akhirnya semua status yang kupasang membuahkan hasil” fikirku

Saat itu, lepas semua rinduku bersamaan dengan semua kebahagiaan yang lahir di hatiku, kuceritakan semua cerita tentangku yang sudah sangat lama ingin kuceritakan kepadamu, begitupun sebaliknya. Kamu merencanakan sesuatu dengan mengajakku ke beberapa tempat indah di kota tempatku tinggal yang sudah pernah kamu datangi pada saat berlibur ke Negara ini beberapa tahun lalu, ya, kamu jauh lebih tahu banyak tempat di Negara ini dibandingkan aku yang bisa dibilang tinggal di sini, dan kufikir; selagi kamu ada kesempatan, kenapa tidak?! Lalu kita pun pergi ke salah satu taman yang tidak jauh dari tempat tinggalku yang sebenarnya aku sendiri pun tidak tahu bahwa ada taman di dekat tempat aku tinggal, kita mencari tempat duduk disana, dan tidak lama terdengar suara lonceng yang entah dari mana dan itu pertanda pergantian tahun, lalu banyak kembang api yang ditembakkan ke arah langit, setelah beberapa detik melihat indahnya kembang api itu aku kembali melihat ke arah wajahmu, wajah cantik yang bersinar dibantu cahaya kembang api itu membuatnya semakin sempurna untuk dilihat, sedikit dejavu memang, tetapi sepertinya kali ini aku dapat lebih berani dari aku yang dulu, tanpa aku sadari tiba-tiba aku mencium pipi indah milikmu itu dan kamu sedikit terkejut,

“eh hmm maaf eca maaf” kataku sedikit takut.
Bukannya marah, kamu pun malah tersenyum

“tidak apa kok” katamu dengan senyuman di wajah.

Sehabis itu, kamu pun menyandarkan kepalamu pada bahuku, entahlah ini mimpi atau bukan tapi malam itu sangat berarti untukku, kebahagiaan yang kamu beri tidak akan pernah aku lupakan sampai kapanpun, kuharap kita bisa seperti ini setiap kita rindu, kuharap aku bisa selalu ada di dekatmu setiap waktu, dan kuharap kita bisa berjanji untuk saling bahagia bersama dan mewujudkannya satu per satu.

“Aku cinta kamu Eca” kataku berbisik tanpa disadari

“Aku jauh lebih cinta kamu” katamu sendu

Terima kasih untuk tetap ada di hidupku, Eca!



Cinta

Kita pernah bersama dalam waktu yang cukup lama, tetapi aku selalu percaya bahwa cinta itu sangat mudah sirna. Sampai akhirnya keyakinanku yang seperti itu mengubah semua rasa yang ada sehingga hubungan kita dapat hancur begitu saja. Setiap pertengkaran, setiap perdebatan selalu saja berakhir dengan fikiran "mungkin memang ini sudah saatnya sirna."

Seharusnya dari awal aku yakin bahwa cinta itu tak mudah sirna sehingga aku tak langsung pasrah begitu saja. Maaf, dulu aku begitu bodoh dalam memahami arti cinta sehingga kamu yang jadi korbannya.

Bercerita Tentang Bahagia