Bintang gelita
cahaya sirna
malam buta
dunia nestapa.
Tenang saja
akan kuperbaiki semuanya
senyum indahnya
pendar matanya
melodi tawanya
serta cerita yang membuatku selalu terjaga
akan kucuri semuanya
Bintang gelita
cahaya sirna
malam buta
dunia nestapa.
Tenang saja
akan kuperbaiki semuanya
senyum indahnya
pendar matanya
melodi tawanya
serta cerita yang membuatku selalu terjaga
akan kucuri semuanya
Pantai yang selalu kita dambakan tak pernah menjadi saksi tentang betapa romantisnya cinta kita, dan pada akhirnya aku ke sana dengan orang lain yang tak pernah tulus kuberikan semuanya. Wajah, suara, penampilan, caranya berjalan, caranya tertawa, semuanya berbeda namun hanya kamu yang ada di kepala. Cahaya yang terpantul dari air laut memaksaku tertawa saat bayangmu tergambar jelas semuanya di kepala; "Kira-kira apa yang akan kita lakukan ya kalau kamu yang ada di sini dan bukan dia?!"
Semua yang kulakukan di sini, bersamanya, aku ingin lakukan lagi denganmu. Aku ingin menaiki perahu denganmu, bercanda denganmu, berfoto dengan pemandangan matahari terbenam yang menjadi latarnya, merebah di atas pasir dengan pandangan ke atas menikmati bintang dan bulan dengan earphone yang terpasang di telinga dan lagu dari band kesukaan kita yang menjadi penghias malam. Harapanku saat ini sama dengan lirik yang terdengar jelas pada lagu Senandung Maaf dari band kesukaan kita yaitu White Shoes & The Couples Company; "Gelombang Nestapa kuharap sirna"
Ini menyebalkan saat salah satu keinginanku terwujud namun bukan denganmu aku mewujudkannya, hanya bisa memikirkan dan membayangkanmu saat hubungan baruku sudah terjalin dengan orang lain adalah sisi jahat dari diriku yang sudah kuberikan pada orang yang sedang mencintaiku. Namun, setelah dipikir lagi penjahatnya di sini adalah kamu, kan?! Kamu yang sudah pergi dengan hatiku yang terbawa bersamamu membuatku menjadi seperti ini, ini semua ulahmu. Kuharap kamu selalu bawa hatiku itu bersamamu agar tak perlu kucari sendiri hati itu di tempat-tempat yang sudah pernah kita singgahi.
Kuharap bukan aku saja yang masih senang merindukanmu seperti ini, kuharap kamu juga sebaliknya. Kuharap aku masih bisa membaca setiap puisi yang kamu berikan setiap malam sebelum tidur. Kuharap aku masih bisa mendengar tawa indahmu saat sedang menertawakan lelucon yang kamu buatkan untukku. Kuharap semua ini bisa terjadi lagi seperti dulu.
Hening terjadi di antara kita berdua; seorang yang selalu menghabiskan kesehariannya di dalam rumah sepertiku dengan orang pemberani yang selalu bepergian jauh sendiri sepertimu. Duduk kita di tempat duduk yang ada di stasiun kereta, memperhatikan orang-orang dengan tas besar berisikan barang-barang pribadi mereka. Orang sebanyak ini dengan kota tujuan yang sedikit, dapat dipastikan bahwa banyak dari mereka akan pergi ke tujuan yang sama. Kita tidak ingin pergi ke luar kota, hanya saja ini tempat yang menarik untuk didatangi karena kita bisa melihat serta mengira-ngira orang-orang ini akan pergi dengan membawa perasaan seperti apa; kebahagiaan atau kesedihan.
Tujuan kita selanjutnya adalah museum. Tempat ini menyenangkan, dengan keheningan yang membuatku nyaman serta berjalan denganmu yang membuat situasi ini semakin menyenangkan. Tiba aku di hadapan sebuah lukisan berjudul Endless Pain karya pelukis lokal bernama Agung Kurniawan. Seperti yang dikatakan oleh seseorang bernama Hamada Bahaswara "Menikmati karya Agung adalah perihal kita membaca narasi. Ada kalanya narasi disajikan utuh. Ada pula ketika ia menyajikan fragmen yang kemudian memaksa kita menelaah apakah itu konstruksi atau sudah taken for granted. Namun tidak semua narasi dapat diselesaikan dalam satu medium."
Hari kita usai setelah aku mengembalikanmu ke rumah yang merindukanmu itu. Di perjalanan pulang aku memasangkan earphone ke telingaku dan lagu Coldiac muncul secara acak saat aku masih dalam perjalanan. Aku menikmati lirik-lirik yang dinyanyikan pada lagu berjudul Sampaikan.
"Jika hari ini kau sadari
Diam takkan pernah bisa akhiri
Coba 'tuk
Ungkapkan semua dan akui."
"Sampaikan, keruhnya menyimpan rasa sejak lama
Baiknya kau kira, tak juga
Sampaikan, derasnya rasa yang sebelumnya hanya
Kau putuskan untuk disimpan dunia."
Sesampainya di rumah aku teringat dengan ucapanmu sebelum berpisah tadi; kabari aku jika sudah sampai rumah. Namun belum sempat aku mengabarimu, kulihat ponselku sudah ada pesan darimu yang masuk lebih dulu; "Sudah di rumah?"
Sepertinya aku akan memakai kalimat yang pernah kubaca pada blog salah seorang penulis kesukaanku; Tuhan, semenyenangkan inikah dipedulikan?
Selalu tentang lelah yang enggan untuk beristirahat.
Ke sana kemari mencari perhatian,
namun tak ada yang memperdulikan.
Sebenarnya tidak meminta pertolongan
hanya saja ingin dilihat dan diberi pertanyaan,
tidak juga berharap dijatuhkan sebuah perasaan
hanya saja ingin mendapat obrolan dengan jangka waktu yang berkepanjangan.
Sering kali tak berani bepergian sendiri
selalu mengemis untuk ditemani
namun kesalahpahaman datang menghampiri
sampai akhirnya semua bosan untuk menanggapi.