Dia Tidak Cinta



'Suatu hari kamu akan terbangun, beranjak dari tempat tidur yang kamu anggap paling nyaman itu, menyadari bahwa hatimu sudah tidak lagi tentang orang yang kamu selalu banggakan itu tetapi isi kepala masih penuh dengan namanya.'

Kala itu di stasiun, kita sudah tak lagi bersama tetapi kamu terus memaksa untuk mengantarku sebelum akhirnya kita benar-benar dipisahkan oleh kereta yang menghadirkan jarak. Tidak, lebih tepatnya bahkan kita sudah berpisah pada malam sebelum kamu mengantarku ke stasiun. Kereta hanyalah alat transportasi yang menjauhkanmu dariku, walaupun sebenarnya aku tak ingin seperti itu. Tak ada lagi pelukan sebelum aku masuk ke dalam kereta, tak ada lagi kecupan di dahi yang biasa kuberi, tak ada lagi lambaian tangan yang seharusnya kita tukarkan.

Aku selalu bangga padamu, pada pencapaianmu yang kamu dapat. Maaf, aku tidak menemani dan membantumu dari awal, maaf aku hanya bisa meneruskan apa yang orang itu lakukan untukmu tapi kuharap aku bisa lebih spesial di hidupmu dibanding dengannya.

Kamu menangisinya di pelukanku, bercerita banyak tentangnya pada suatu malam di sebuah kedai kopi yang kamu kenalkan padaku. Awalnya itu sebuah beban bagiku. Tapi menurutku, jika itu baik untukmu aku tidak akan protes berlebihan padamu. Kubiarkan kamu mengeluarkan apa yang sudah kamu pendam sejak lama. Mungkin itu patah hati terhebatmu dan mungkin juga dengan kamu menangisinya di depanku itu bisa jadi patah hati terhebatku. 

Berada di kota yang berbeda membuat kita jarang sekali bertemu, tapi kuluangkan waktuku setiap bulan hanya untuk mengunjungimu dan menghabiskan waktu di sebuah vila milik keluargamu di wilayah perbukitan. Tak pernah bosan juga kamu menjemputku di stasiun dan memelukku dengan sangat erat begitu bertemu. Tak peduli banyak orang yang melihat, yang penting rinduku dapat tersampaikan secara tersirat. 

Namun sekarang sudah tidak ada lagi kegiatan serta kesenangan bersamamu. Tak ada lagi jalan-jalan keluar kota untuk menemuimu. Tak ada lagi yang akan menjemputku di stasiun begitu sampai pada kota yang membesarkanmu. Tak ada lagi keliling kota hanya untuk mencari tempat yang nyaman untuk bertukar cerita bersamamu. Tak ada lagi yang akan bersandar pada lenganku ketika sedang menonton televisi saat malam hari.

Untuk sekarang, aku hanya bisa berharap kalau pilihanmu untuk kembali kepada orang yang kamu tangisi itu adalah pilihan terbaik yang kamu ambil. Karena jika itu bukan pilihan terbaik, aku tidak akan memberi waktuku untukmu lagi, aku tidak akan memelukmu lagi ketika kamu membutuhkan itu, kamu tidak akan bisa bersandar pada lenganku lagi. Aku tidak akan kembali padamu seperti yang kamu lakukan pada orang itu, aku juga tidak ada keinginan untuk menangisimu karena itu akan sama saja dengan yang kamu lakukan untuknya. Kamu pergi atas keinginanmu, dan jangan salahkan aku jika aku melupakanmu atas keinginanku. 

Kali ini aku akan berkata 'semoga' hanya untuk apa yang baik untukku, kamu yang menerobos masuk melalui hati lalu keluar dengan cara merobek hati itu sendiri. Perlakuanmu yang seperti itu tak pantas untuk dianggap bahwa kamu benar-benar mencintai. Mungkin selama ini aku yang salah mengartikan perasaanmu, mungkin kamu memang tidak cinta padaku, mungkin saat itu kamu hanya butuh orang untuk bersandar dan menerima semua air mata yang jatuh untuk orang lain itu, dan aku hadir pada waktu saat kamu membutuhkan seseorang untuk menerima semua itu. Setidaknya aku berterimakasih padamu untuk satu hal, terima kasih karena sudah memberi pelajaran paling berarti yang dapat membuatku menjadi lebih pintar lagi dalam mengartikan arti cinta itu sendiri.

Bercerita Tentang Bahagia