Romantis

Dua kursi dan satu meja bundar kecil dengan bunga yang menjadi hiasan yang diletakan di pelataran rumahnya memiliki tulisan reserved yang disandarkan dengan bunga indah itu. Maksudku, bukankah ini rumah pribadi?! mengapa memiliki meja bertuliskan seperti itu?! siapa yang memesannya?! 

"Ayah memang begitu, dia suka melakukan hal yang tak pernah terpikirkan oleh orang lain hanya untuk menghabiskan waktu bersama bunda. dia akan sangat marah jika ada orang lain yang duduk di sana." jawabnya.

Sungguh pria yang unik, ia bahkan mampu memesan ruangan tertutup di sebuah restoran jika ingin menghabiskan waktu bersama pasangannya, namun ia memilih untuk menyiapkan tempat sendiri di pelataran rumahnya hanya agar dapat menghabiskan waktu dengan wanita yang ia nikahi itu. 

"Lalu, kamu sendiri tidak diizinkan duduk di sana?" tanyaku.

"Tidak, bahkan anak pertamanya ini tidak pernah diperbolehkan duduk di sana. Ayah buat itu khusus untuk ia dan bunda." ucapnya.

Seperti halnya Romeo yang nekat meminum racun hanya karena mengira Juliet sudah meninggal, sepertinya setiap pria memiliki caranya sendiri untuk mendeskripsikan sikap romantisnya. Bagaimana denganku?! apa aku memiliki setidaknya sedikit sikap romantis yang sudah seharusnya aku berikan pada wanita manis yang sedang berjalan bersamaku?!

"Ayah romantis ya orangnya?!" kalimat yang secara tak sengaja keluar dari mulutku.

"Romantis itu sifatnya masih terlalu umum, tergantung bagaimana orang mengartikannya saja. Menurutku, kamu juga romantis. Mengenalkanku dengan keluargamu, mengajakku berlibur ke luar kota dengan tempat-tempat kesukaanku yang kamu jadikan daftar perjalanan kita, memaksakan diri memakan makanan pedas di depanku walaupun aku tahu yang kamu suka hanya makanan manis saja, dan yang terpenting, pagi ini kamu menjemput dan mengantarku ke kampus dengan mata yang terlihat lelah dan kurang tidur karena mengerjakan tugas dari dosen galakmu itu." ucapnya yang seolah ia berharap itu akan menyadarkanku.

"Tapi, itu bukan romantis. Itu hanya hal yang sudah seharusnya aku lakukan untukmu, kan?!" jawabku mengelak ucapannya.

"See?! Tergantung bagaimana orang mengartikannya, kan?! Kelasmu mulai siang nanti, kan?! Kamu memilih untuk mengantarku ke kampus di saat kamu bisa memilih untuk tidur saja sudah bisa dibilang romantis untukku, aku beruntung diperlakukan seperti ini. Kamu nggak perlu berpikir berlebihan lagi, ya!" katanya, dan apa yang ia ucapkan kali ini menyadarkanku. bukan menyadarkanku bahwa aku juga romantis, tetapi menyadarkanku bahwa tak ada lagi yang lebih sempurna darinya. Sudah kuduga bahwa aku tidak salah menjadikannya pemberhentian terakhirku perihal cinta. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bercerita Tentang Bahagia